Long journey to paradise
Aku lelah banget..bukan tubuhku..tapi hatiku..
Ketika aku tiba di Batu Sahur, sebuah desa kecil dengan jumlah penduduk yang tidak lebih dari 15 KK itu..aku membayangkan bahwa kehidupan bersahaja masyarakat desa dengan alamnya yang masih asri itu tentu sangat menyenangkan....Perjalanan yang aku tempuh dengan jalan kaki selama 4,5 jam sejenak aku lupakan... Rasa lelah, haus dan penat terhapus sesaat oleh nyamannya udara dan suasana desa kecil tersebut.
Singkong rebus dan teh hangat di sore yang mulai dingin....telah menghapus semua kepenatan, sambil duduk di beranda rumah panggung, aku berbincang-bincang dengan Bapak pemilik rumah, Pak Sarni..beliau sangat ramah dan baik hati tentunya, karena mengijinkan aku untuk menginap di rumahnya. Banyak hal kami perbincangkan, tapi pada intinya seputar desa dan keadaan sekitar desa tersebut, karena aku sangat tertarik dengan cerita tentang Liang Setangkai, sebuah Gua Kapur yang konon di keramatkan oleh para pemeluk agama Kaharingan di Ampah dan sekitarnya...
Sore itu aku hanya mencuci muka dan menyeka badanku saja, selain karena emang udaranya dingin, aku yang habis menempuh perjalanan cukup jauh sehingga kepenatan dan panas suhu badanku membuat aku malas untuk mandi..tapi tak apalah..yang penting debu di kaki, tangan dan muka telah terbasuh oleh air sungai yang masih bersih dan segar.....
Tak terasa hari sudah beranjak malam....dengan di terangi lampu suluh kami duduk di ruang tengah rumah sambil menikmati kopi hasil tanaman sendiri, maksudku tanaman Pak Sarni sendiri... Kopi tersebut terasa enak sekali memasuki ronggo tenggorokanku..
Pak Sarni bercerita seputar Mitos dan Legenda desa mereka, sangat menarik.... Aku bertanya kepada Pak Sarni, sejak sore tadi sampai menjelang senja, aku tidak melihat anak-anak muda kampung tersebut..kemanakah mereka, apakah pergi ke ladang..?? Jawaban Pak Sarni cukup mengejutkanku..Pemuda-pemudi desa tersebut, hampir semuanya pergi dari desa...minimal mereka pergi ke Kota Kecamatan.. Ketika aku tanya kenapa mereka pergi dari desa...Pak Sarni menjawab dengan menghela napas berat....
"mereka merasa bahwa desa ini terlalu kecil untuk mereka..terlalu terpencil.. memang beberapa diantaranya pergi keluar desa untuk bersekolah, sedangkan sebagian lainhya pergi karena menganggap bahwa kehidupan kaum muda bukan di desa..."
Aku terhenyak mendengar pernyataan yg terdengar seperti keluhan dari mulut Pak Sarni tsb...
Benarkah kehidupan kaum muda tidak cocok di desa..?? benarkah kehidupan desa bukan wadah yang cocok dan bagus untuk para kaum muda?? Ah..sepertinya mengada-ada... Sejenak aku teringat kata-kata seorang teman..Bahwa kaum Muda seharusnya menjadi pelopor bagi masyarakt di desa-desa..mengabdi bagi para Petani yang disebutnya sebagai Soko Guru Perjuangan Rakyat...Soko Guru Pembebasan... Tapi ternyata kenyataan tersebut jauh berbeda. Pendidikan yang mereka kecap di bangku sekolah telah merobah pola pikir dan kesahajaan mereka...Kota bagaikan magnet raksasa yang menarik semuanya...Status sosial orang desa jauh dibandingkan dg status sosial orang kota...Pendidikan telah mengajarkan kepada kaum muda di desa tersebut...bahwa Status Sosial itu sangat penting..!! Pendidikan telah memutus mereka dari rantai kehidupan masyarakat desa... Pendidikan..!!!
Ah..Pendidikan seperti apa yang diberikan oleh Bangsa ini..sehingga kaum muda di desa malu menjadi orang desa...Pendidikan seperti apa yang telah menempatkan kaum Tani pada Kasta terendah dalam status sosial di negara ini...??? Kepenatan dan rasa lelahku seketika menyeruak...perih... Dibalik kesahajaannya..Kaum Tani di Desa menyimpan kepedihan dimana pekerjaan mereka tidak dianggap sebagai sebuah pekerjaan yang pantas dan layak..Menjadi Petani adalah kenistaan....Sangat menyakitkan...dimana penghargaan terhadap Kaum Tani dan Masyarakat desa ternyata sangat-sangat rendah.....
Ketika aku tiba di Batu Sahur, sebuah desa kecil dengan jumlah penduduk yang tidak lebih dari 15 KK itu..aku membayangkan bahwa kehidupan bersahaja masyarakat desa dengan alamnya yang masih asri itu tentu sangat menyenangkan....Perjalanan yang aku tempuh dengan jalan kaki selama 4,5 jam sejenak aku lupakan... Rasa lelah, haus dan penat terhapus sesaat oleh nyamannya udara dan suasana desa kecil tersebut.
Singkong rebus dan teh hangat di sore yang mulai dingin....telah menghapus semua kepenatan, sambil duduk di beranda rumah panggung, aku berbincang-bincang dengan Bapak pemilik rumah, Pak Sarni..beliau sangat ramah dan baik hati tentunya, karena mengijinkan aku untuk menginap di rumahnya. Banyak hal kami perbincangkan, tapi pada intinya seputar desa dan keadaan sekitar desa tersebut, karena aku sangat tertarik dengan cerita tentang Liang Setangkai, sebuah Gua Kapur yang konon di keramatkan oleh para pemeluk agama Kaharingan di Ampah dan sekitarnya...
Sore itu aku hanya mencuci muka dan menyeka badanku saja, selain karena emang udaranya dingin, aku yang habis menempuh perjalanan cukup jauh sehingga kepenatan dan panas suhu badanku membuat aku malas untuk mandi..tapi tak apalah..yang penting debu di kaki, tangan dan muka telah terbasuh oleh air sungai yang masih bersih dan segar.....
Tak terasa hari sudah beranjak malam....dengan di terangi lampu suluh kami duduk di ruang tengah rumah sambil menikmati kopi hasil tanaman sendiri, maksudku tanaman Pak Sarni sendiri... Kopi tersebut terasa enak sekali memasuki ronggo tenggorokanku..
Pak Sarni bercerita seputar Mitos dan Legenda desa mereka, sangat menarik.... Aku bertanya kepada Pak Sarni, sejak sore tadi sampai menjelang senja, aku tidak melihat anak-anak muda kampung tersebut..kemanakah mereka, apakah pergi ke ladang..?? Jawaban Pak Sarni cukup mengejutkanku..Pemuda-pemudi desa tersebut, hampir semuanya pergi dari desa...minimal mereka pergi ke Kota Kecamatan.. Ketika aku tanya kenapa mereka pergi dari desa...Pak Sarni menjawab dengan menghela napas berat....
"mereka merasa bahwa desa ini terlalu kecil untuk mereka..terlalu terpencil.. memang beberapa diantaranya pergi keluar desa untuk bersekolah, sedangkan sebagian lainhya pergi karena menganggap bahwa kehidupan kaum muda bukan di desa..."
Aku terhenyak mendengar pernyataan yg terdengar seperti keluhan dari mulut Pak Sarni tsb...
Benarkah kehidupan kaum muda tidak cocok di desa..?? benarkah kehidupan desa bukan wadah yang cocok dan bagus untuk para kaum muda?? Ah..sepertinya mengada-ada... Sejenak aku teringat kata-kata seorang teman..Bahwa kaum Muda seharusnya menjadi pelopor bagi masyarakt di desa-desa..mengabdi bagi para Petani yang disebutnya sebagai Soko Guru Perjuangan Rakyat...Soko Guru Pembebasan... Tapi ternyata kenyataan tersebut jauh berbeda. Pendidikan yang mereka kecap di bangku sekolah telah merobah pola pikir dan kesahajaan mereka...Kota bagaikan magnet raksasa yang menarik semuanya...Status sosial orang desa jauh dibandingkan dg status sosial orang kota...Pendidikan telah mengajarkan kepada kaum muda di desa tersebut...bahwa Status Sosial itu sangat penting..!! Pendidikan telah memutus mereka dari rantai kehidupan masyarakat desa... Pendidikan..!!!
Ah..Pendidikan seperti apa yang diberikan oleh Bangsa ini..sehingga kaum muda di desa malu menjadi orang desa...Pendidikan seperti apa yang telah menempatkan kaum Tani pada Kasta terendah dalam status sosial di negara ini...??? Kepenatan dan rasa lelahku seketika menyeruak...perih... Dibalik kesahajaannya..Kaum Tani di Desa menyimpan kepedihan dimana pekerjaan mereka tidak dianggap sebagai sebuah pekerjaan yang pantas dan layak..Menjadi Petani adalah kenistaan....Sangat menyakitkan...dimana penghargaan terhadap Kaum Tani dan Masyarakat desa ternyata sangat-sangat rendah.....
Label: Perjalanan
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda