Gaya Curhat sok Filosophis....
"ketika pilihan itu sudah ditentukan, hendaknya "ia" menjadi arah bagi jalan hidup dan panduan untuk mencapai tujuan."
Suatu ketika aku pernah bicara dg seseorang, bahwa takdir itu kita sendiri yg menentukan. Takdir adalah pilihan hidup seseorang, "dia" tidak dituliskan, tapi "dia" ditentukan berdasarkan pilihan kita sendiri. Kami lalu mencoba bersama-sama utk menyepakati sebuah pilihan, utk sama-sama membangun takdir kami...
Dalam kebersamaan kami, banyak hal-hal yg tdk pernah terduga terjadi, namun aku masih merasa, pilihan kami diliputi kebahagiaan, memang banyak yang bilang kebahagian adalah esensi hidup, dia juga adalah bagian dari "rasa"... Aku padahal sadar, bahwa "rasa" tidak boleh dimanjakan dlm hati dan pikiran, karena akan membuat kita menjadi berlupa dan meninggalkan rasionalitas dan logika. Tetapi entah mengapa, kadang "rasa" membuatku hilang kendali, atau mungkin karena aku begitu menaruh impianku dan begitu memuja "takdir" yg ku coba bangun bersamanya, sehingga aku merasa bahwa "takdir" itu harus ku lindungi dgn sepenuh jiwaku... Aku menjadi hilang rasionalitas dan meninggalkan logika pikirku jauh di bawah "rasa"...
Dan itu kesalahan terbesarku..
Sampai suatu ketika dia memutuskan utk tdk lagi berjalan dalam "takdir" yg kami bangun.. dia memilih membangun takdirnya sendiri...
Aku terperangah... ternyata ada pilihan "takdir" lain yg lebih membahagiakannya, ketimbang "takdir" yg kami bangun...
Aku tdk menyalahkannya, di kemudaannya dimana gejolak "hidup" lebih mendominasi alam pikir, maka "rasa" yg dimiliki olehnya akan lebih menggoda ketimbang "pilihan" yg pernah kami tentukan...
Tidak ada kesalahan dlm sikapnya. Aku sadar betul, bahwa pilihan "takdir" sebagaimana juga ide dalam alam pikir tidak ada yang salah. Dia hanya bisa kita nilai dalam praksis...dalam perjalanan waktu...
Aku menghargai pilihan-pilihan yg dilakukan oleh setiap orang... dan tentu aku juga harus menghargai pilihannya... Biarlah "takdir" yg pernah coba kami bangun selama ini menjadi kenang dan menjadi bagian dari sejarah... sejarah kehidupan ku..
Aku dengan problem subyektifku yg harus ku jawab dan kujalani.. baik itu problem subyektifku sebagai individu, maupun problem subyektif kolektif yg juga harus ikut ku tanggung, tidak semestinya menggantungkan harap kepada "Rasa"... aku sadar bahwa belum tentu dia sanggup hidup dlm gambaran takdir yg kami pernah coba bangun.
Harus ku akui menjawab problem subyektif yg kami hadapi saja, kami masih gagap...
Pilihan yg termudah bagi kondisi yg hampir dekaden adalah larut dalam kondisi "kemapanan", comfort zone...zona nyaman, dimana pilihan kita tdk perlu bertentangan dgn pilihan awam atau orang-orang sekitar kita. Dan apabila dia memilih hal itu, maka itu adalah hal yg biasa dan lumrah, tidak ada yang patut disalahkan.
Sejak saat itu, aku putuskan utk merangkai takdir baru, dan aku putuskan utk berhenti memandang takdir lama...
Namun kemampuanku terbatas.. aku masih selalu terperangkap dlm esensi dg batasan "rasa" yg menjadi alegoris...tp benarkah..?? atau memang takdir itu sudah dituliskan oleh Sang Roh Absolut utk ku..??
Aku masih harus banyak belajar lagi nampaknya....karena saat ini, kepercayaan diriku seakan runtuh.. dan aku terlanjur larut dg skenario penghancuran diriku yang seakan akan tidak berkesudahan...
Apalah "aku" ini yg sudah memiliki presuposisi terdahulu dlm memandang "hidup" sehingga kadang tidak bisa luput dari persepsi pikir yang mencerminkan ego dan ke-aku-an.
Dalam kesendirianku, aku semakin memahami, bahwa esensi bukan hanya bisa melukakan..tp juga bisa mematikan..
Aku harus menjadikan esensi sebagai imbuhan... Aku harus kembali menjadi tuhan bagi diriku sendiri..!!!!
Sebagaimana dulu, aku harus kembali pada kepercayaanku, pada prinsip hidup lama.... Bahwa tidak ada kesetiaan dalam cinta.. dan aku akan kembali menjadi manusia paradoks dalam pusaran kekuatan pikir..
Hidup hanya rentang waktu perjalanan sejarah, didalamnya cinta menjadi "bumbu" penyedap "rasa"... maka tidak perlu memujanya, sebab bukan Aprodite yang menjadi pimpinan para dewa, tetapi Zeus...!!!
"Tidak akan ada lagi suara nabi lain yg akan kudengar...hanya sabdaku sendirlah yg seharusnya ku dengar..."
Suatu ketika aku pernah bicara dg seseorang, bahwa takdir itu kita sendiri yg menentukan. Takdir adalah pilihan hidup seseorang, "dia" tidak dituliskan, tapi "dia" ditentukan berdasarkan pilihan kita sendiri. Kami lalu mencoba bersama-sama utk menyepakati sebuah pilihan, utk sama-sama membangun takdir kami...
Dalam kebersamaan kami, banyak hal-hal yg tdk pernah terduga terjadi, namun aku masih merasa, pilihan kami diliputi kebahagiaan, memang banyak yang bilang kebahagian adalah esensi hidup, dia juga adalah bagian dari "rasa"... Aku padahal sadar, bahwa "rasa" tidak boleh dimanjakan dlm hati dan pikiran, karena akan membuat kita menjadi berlupa dan meninggalkan rasionalitas dan logika. Tetapi entah mengapa, kadang "rasa" membuatku hilang kendali, atau mungkin karena aku begitu menaruh impianku dan begitu memuja "takdir" yg ku coba bangun bersamanya, sehingga aku merasa bahwa "takdir" itu harus ku lindungi dgn sepenuh jiwaku... Aku menjadi hilang rasionalitas dan meninggalkan logika pikirku jauh di bawah "rasa"...
Dan itu kesalahan terbesarku..
Sampai suatu ketika dia memutuskan utk tdk lagi berjalan dalam "takdir" yg kami bangun.. dia memilih membangun takdirnya sendiri...
Aku terperangah... ternyata ada pilihan "takdir" lain yg lebih membahagiakannya, ketimbang "takdir" yg kami bangun...
Aku tdk menyalahkannya, di kemudaannya dimana gejolak "hidup" lebih mendominasi alam pikir, maka "rasa" yg dimiliki olehnya akan lebih menggoda ketimbang "pilihan" yg pernah kami tentukan...
Tidak ada kesalahan dlm sikapnya. Aku sadar betul, bahwa pilihan "takdir" sebagaimana juga ide dalam alam pikir tidak ada yang salah. Dia hanya bisa kita nilai dalam praksis...dalam perjalanan waktu...
Aku menghargai pilihan-pilihan yg dilakukan oleh setiap orang... dan tentu aku juga harus menghargai pilihannya... Biarlah "takdir" yg pernah coba kami bangun selama ini menjadi kenang dan menjadi bagian dari sejarah... sejarah kehidupan ku..
Aku dengan problem subyektifku yg harus ku jawab dan kujalani.. baik itu problem subyektifku sebagai individu, maupun problem subyektif kolektif yg juga harus ikut ku tanggung, tidak semestinya menggantungkan harap kepada "Rasa"... aku sadar bahwa belum tentu dia sanggup hidup dlm gambaran takdir yg kami pernah coba bangun.
Harus ku akui menjawab problem subyektif yg kami hadapi saja, kami masih gagap...
Pilihan yg termudah bagi kondisi yg hampir dekaden adalah larut dalam kondisi "kemapanan", comfort zone...zona nyaman, dimana pilihan kita tdk perlu bertentangan dgn pilihan awam atau orang-orang sekitar kita. Dan apabila dia memilih hal itu, maka itu adalah hal yg biasa dan lumrah, tidak ada yang patut disalahkan.
Sejak saat itu, aku putuskan utk merangkai takdir baru, dan aku putuskan utk berhenti memandang takdir lama...
Namun kemampuanku terbatas.. aku masih selalu terperangkap dlm esensi dg batasan "rasa" yg menjadi alegoris...tp benarkah..?? atau memang takdir itu sudah dituliskan oleh Sang Roh Absolut utk ku..??
Aku masih harus banyak belajar lagi nampaknya....karena saat ini, kepercayaan diriku seakan runtuh.. dan aku terlanjur larut dg skenario penghancuran diriku yang seakan akan tidak berkesudahan...
Apalah "aku" ini yg sudah memiliki presuposisi terdahulu dlm memandang "hidup" sehingga kadang tidak bisa luput dari persepsi pikir yang mencerminkan ego dan ke-aku-an.
Dalam kesendirianku, aku semakin memahami, bahwa esensi bukan hanya bisa melukakan..tp juga bisa mematikan..
Aku harus menjadikan esensi sebagai imbuhan... Aku harus kembali menjadi tuhan bagi diriku sendiri..!!!!
Sebagaimana dulu, aku harus kembali pada kepercayaanku, pada prinsip hidup lama.... Bahwa tidak ada kesetiaan dalam cinta.. dan aku akan kembali menjadi manusia paradoks dalam pusaran kekuatan pikir..
Hidup hanya rentang waktu perjalanan sejarah, didalamnya cinta menjadi "bumbu" penyedap "rasa"... maka tidak perlu memujanya, sebab bukan Aprodite yang menjadi pimpinan para dewa, tetapi Zeus...!!!
"Tidak akan ada lagi suara nabi lain yg akan kudengar...hanya sabdaku sendirlah yg seharusnya ku dengar..."
Label: Curahan hati
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda