Sabtu, 19 Juli 2008

WORLD BANK, APA DAN SIAPA ? (Bagian II)

Setelah kita tahu tentang Bank Dunia dan sodara-sodaranya tentunya kurang dong kalo kita-kita ngak tahu banyak apa aja yang mereka kerjain sehingga mereka boleh dikatakan menguasai duitnya dunia. Berikut adalah tipe-tipe atawa bentuk utang / cara si Bank Dunia (BeDe) ngutangin negara-negara macam Indonesia ini.

1. SALs (Structural Adjustment Loans / Pinjaman Penyesuaian Struktural)
Pinjaman ini katanya ditujuin untuk merestrukturisasi perekonomian suatu negara untuk siap dalam pasar bebas, kebijakan ekonomi makro serta neo-liberal. Tujuannya adalah untuk menstabilkan perekonomian salam jangka waktu panjang. Ini termasuk usaha-usaha memotong pengeluaran pengeluaran (subsidi), devaluasi, privatisasi dan meningkatkan ekspor.

2. SECALs (Sector Adjustment Loans / Pinjaman Penyesuaian Sektor)
Pinjaman ini untuk merestrukturisasi sektor-sektor khusus dalam perekonomian suatu negara. Umumnya diberikan untuk mengimplementasikan penyesuaian struktural, dan termasuk usulan perubahan kebijakan, seperti mendorong adanya pengaturan tentang swastanisasi. Bank Dunia banyak memberikan pinjaman untuk sektor pertanian, energi, telekomunikasi dan transportasi.

3. Investment Loans (Pinjaman Investasi)
Tujuan pinjaman ini adalah untuk mendukung program anti kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi secara berkesinambungan. Ada pinjaman untuk proyek yang menjaga produktivitas aset, termasuk infrastruktur (pembangunan bendungan, jalan kereta api, pembangkit listrik dan pelabuhan), produksi pertanian, pertambangan, kehutanan, sanitasi dan pengembangan sektor sosial (pendidikan, kesehatan, gizi).

4. TALs (Technical Assistance Loans / Pinjaman Bantuan Teknis)
Pinjaman ini berujuan untuk membangun kapasitas lembaga-lembaga pemerintah agar mereka mampu untuk menerapkan strategi kebijakan investasi.

5. LILs (Learning and Inovation Loans / Pinjaman Pembelajaran dan Inovasi)
Tujuannya untuk membangun inisiatif lokal atau penilaian sosial, serta lebih menekankan kemitraan. Persetujuan pinjaman tidak perlu melalui Dewan Direktur cukup di tingkat Menejer di Bank Dunia.

6. APLs (Adaptable Program Loans / Pinjaman program Adaptasi)
Pinjaman ini didisain untuk mendanai program jangka panjang dengan melalui serangkaian proses. Persetujuan [injaman cukup di tingkat Manager.

7. Emergency Reconstruction Loans (Pinjaman Rekonstruksi Darurat)
Pinjaman diberikan kepada negara dalam kondisi emergensi/darurat disektor perekonomian, seperti segera memerlukan dana segar untuk menyeimbangkan neraca ataupun memperbaiki aset (sektor produksi maupun infrastruktur).

8. Debt and Debt Service Reduction Loans = DDRS (Pinjaman Pelayanan Pengurangan Hutang)
Negara-negara yang memiliki utang luar negeri tinggi dapat meminta DDRS ini. Pemotongan utang dapat dilakukan dengan membeli kembali utang komersial dengan harga diskon, atau menukar utang dengan instrumen yang lebih murah.

9. Financual Intermediary Loans (Pinjaman Keuangan Intermediasi)
Pinjaman Bank Dunia untuk menunjang lembaga-lembaga keuangan nasional atau lokal, yang akan memberikan pinjaman kembali ke sektor swasta, kegiatan atau ke pemerintah lokal.

10. Guarantees (Garansi)
Garansi ditujukan untuk menarik investasi sektor swasta dan mengurangi resiko berinvestasi. Garansi dapat diberikan kepada pemerintah maupun ke pihak swasta. Garansi ini dapat dimintakan hanya jika dana dari pasar swasta, IFS ataupun MIGA tidaklah mencukupi.

KEBIJAKAN PENGAMAN BANK DUNIA

Kebijakan pengaman (safeguard policy) adalah kebijakan-kebijakan yang mempertimbangkan aspek sosial dan lingkungan yang berlaku ketika Bank Dunia menerapkan pinjamannya.

Sejak tahun 1980-an Bank Dunia mengembangkan kebijakan-keebijakan operasionalnya, terutama setelah mendapat banyak kritik terutama dari Ornop dan negara-negara donor. Kebijakan pertama yang diterbitkan adalah mengenai “Involuntary Resetlement” (Pemindahan Pemukiman Secara Paksa) tahun 1980. Tahun 1982 menerbitkan kebijakan mengenai kesukuan (Tribal) yang kemudian dirubah dengan Operational Directive (OD) 4.20 tentang Masyarakat Adat. Kebijakan lainnya antara lain Mengenai Analisa Lingkungan, Pengelolaan Pestisida, Pengelolaan Dam, dan proyek-proyek di area Perselisihan.

Kebijakan pengaman ini ditandai dengan OD (Operational Directive), OP (Operational Procedures), BP (Bank Procedures) dan GP (Good Practices). OD adalah pernyataan BeDe yang disetujui oleh Dewan Direktur dan merupakan kewajiban bagi semua staf BeDe. OD ini dirincikan dalam bentuk OP, BP dan GP. OP dan BP bersifat mandatori, artinya seluruh staf BeDe terikat untuk menerapkannya dalam setiap aktivitas BeDe. Sementara GP tidak bersifat mandatori, tetapi lebih merupakan pedoman operasional yang dapat digunakan oleh seluruh staf BeDe.

Mengenal Siklus Proyek Bank Dunia

Bank Dunia membuat dokumen CAS (Country Assistance Strategy) yang merupakan ‘Rencana Induk’ Bank Dunia akan suatu Negara yang berlaku selama tiga tahun, dimana akan direvisi setiap tahunnya. Dokumen CAS ini adalah dasar dari Bank Dunia untuk memberikan pinjaman atau tidak kepada suatu Negara. Berikut adalah tahapan yang harus dilalui dalam proses pengucuran pinjaman, yaitu :

1. Identifikasi
Tahapan dimana Bank Dunia dan negara peminjam mengidentifikasikan sebuah proyek seperti yang digambarkan dalam CAS.

2. Persiapan
Negara peminjam melakukan studi, analisis teknis dan sosial serta ekonomi. Apabila diperlukan AMDAL maka harus dibuat AMDAL.

3. Penilaian
Tahapan dimana Bank Dunia mengirimkan staf dan konsultan kepada Negara peminjam untuk menentukan apakah proyek tersebut patut didanai atau tidak. Dalam tahap ini Bank Dunia mengeluarkan dokumen SAR (Staff Appraisal Report) yaitu laporan dari staf yang melakukan kunjungan.

4. Negosiasi
Bank Dunia dan Negara peminjam menegosiasikan tindakan yang diperlukan dalam pelaksanaan proyek, termasuk persyaratan sosial dan lingkungan hidup.

5. Persetujuan Dewan Direktur
Versi final/akhir SAR ditulis dan dipresentasikan kepada Dewan Direktur Bank Dunia bersama dengan Laporan dari Presiden Bank Dunia. Dewan Direktur kemudian menilai dan melakukan pemungutan suara untuk menyetujui atau tidak permohonan pinjaman tersebut. Bila disetujui maka perjanjian utang (Loan Agreement) akan dilakukan oleh kedua belah pihak. Dokumen ini seharusnya terbuka untuk publik.

6. Implementasi dan Pengawasan
Tahapan ini adalah pengucuran pinjaman oleh Bank Dunia dan dimulainya proyek. Bank Dunia dapat melakukan pengawasan proyek berdasarkan syarat negosiasi sebelumnya.

7. Evaluasi
Tahap dimana semua dana telah dicairkan. Negara peminjam akan menuliskan laporan penyelesaian (PCR-Project Completion Report). Bank Dunia akan menyiapkan laporan audit terpisah yang diajukan ke Dewan Direktur. Dokumen yang dapat diakses masyarakat adalah studi dampak dari pelaksanaan proyek. Dalam tahap semua dana telah dikucurkan, masyarakat tidak dapat lagi melakukan pengaduan kepada Bank Dunia.

Kalo ngeliat tipe-tipe utang dan siklus proyek Bank Dunia kayaknya baik juga Bank Dunia ini, jadi dimana bagian yang ngak baik serta merugikan, nah untuk itu mari kita telaah bersama cara Bank Dunia bekerja di suatu Negara, misalnya Negara kita Indonesia, dari BeDe kita mendapat pinjaman SALs (Structural Adjustment Loans) dan oleh World Bank kita dilarang untuk memproduksi barang substitusi import (yaitu barang pengganti dari barang-barang yang kita import selama ini), jadi seperti yang diungkapkan oleh Walden Bello dan Shea Cunningham dalam buku “Dark Victory” (1994) jika suatu negara menjalani program SAL meskipun ekspornya cenderung naik, belum tentu GNP (Gross National Product) negara tersebut juga naik, akibat dari kontraksi ekonomi yang disebabkannya (tarik-menarik kepentingan ekonomi).

Jadi sebenarnya memberikan bantuan ke negara-negara berkembang adalah cara yang paling efektif untuk dapat mengontrol negara tersebut sekaligus membuka akses terhadap pasar dan sumber daya alam negara itu. Begitu suatu negara berada dalam ‘asuhan’ World Bank dan IMF, maka otomatis mereka ‘dipaksa’ untuk melaksanakan tiga ajaran fundamental neo-liberalisme, yaitu perdagangan bebas atas barang dan jasa, sirkulasi modal secara bebas/liberalisasi keuangan dan kebebasan investasi (asing).

Dengan menjalankan ajaran ini, pemerintah Indonesia (dan negara-negara berkembang lainnya) yang pada tahap awal pinjaman seharusnya dapat mengembalikan pinjamannya atau bunganya, harus menginvestasikan uangnya keperusahaan-perusahaan di pasar internasional, karena harus mengembalikan pinjaman tersebut dalam bentuk dolar AS. Sehingga pada saat jatuh tempo, pemerintah tidak dapat membayar utangnya dan akhirnya terjerat. Begitu terjerat pemerintah bukannya mengurangi pengeluaran, tetapi pemerintah harus meminjam lagi, dan akhirnya akan semakin tergantung pada kreditor (World Bank dan IMF). Pada titik ini melalui SAP (Structural Adjustment Loan), World Bank dan IMF dapat lebih melegitimasikan kontrolnya terhadap negara peminjam untuk mengambil alih ekonomi negara tersebut dan memastikan bahwa pembayaran bunga cicilan dibayar tepat waktu (dikutib dari Mengapa Susan George, Nadia Hadad, INFID, 2002).

Dari situ kita udah bisa lihat perangkap yang dibuat oleh lembaga-lembaga keuangan dunia yang menjerat suatu negara ke dalam jurang utang, dan negara yang udah masuk ke dalam perangkap utang mereka ngak bakalan bisa lepas begitu saja. Semakin lama kita ikuti program yang mereka buat untuk kita, semakin dalam kita terjerumus kedalam jurang utang mereka dan kemungkinan untuk melepaskan diri semakin kecil. Globalisasi yang diagung-agungkan selama ini ternyata juga dibawah kendali Bank/lembaga-lembaga keuangan dunia dan korporasi global sehingga tidak mengherankan bahwa aturan baru menguntungkan kepentingan mereka, dan menjamin adanya kekuatan pasar yang lebih bebas. Jadi satu-satunya cara adalah berhenti berhutang dan menolak agenda neo-liberalisme di bumi Indonesia ini, karena bisa kita lihat negara-negara yang telah menolak ajaran neo-liberalisme dan menolak tekanan World Bank dan IMF, mereka mampu mengontrol import dan modalnya dengan baik, seperti negara-negara Taiwan, Korea Selatan, Singapura, Hongkong dan Malaysia, perelonomian mereka cepat pulih meskipun dilanda krisis yang sama dengan Indonesia di tahun 1997 lalu.

So....apa untungnya berhutang kepada World Bank dan IMF ? Mungkin hanya ‘mereka’ yang mendapatkan “keuntungan” secara “langsung” yang merasa masih perlu dan harus ngutang.

Banjarbaru, 4 Agustus 2004
Modified by DeRa

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda