Senin, 08 September 2008

Anarchy - Ideologi yang tersingkirkan (II)

Kadang dalam beberapa kesempatan ngobrol dengan temen-temen, terkesan mereka memiliki anggapan bahwa Anarkis adalah orang-orang sosialis uthopis…tentu saja ga bisa di sebut demikian, walau Anarchy tidak sepakat dengan kediktatoran proletariat dan sistem partai yang menjadi motor bagi pendidikan politik dan mesin politik sosialis ala Marx, dan lebih menyepakati pada kehidupan kolektif tanpa hiraki, namun tidak berarti Anarkis adalah orang-orang Uthopis. Semisal Proudhon, tokoh Anarkis yang lebih mengutamakan ha-hal yang bersifat Praktis. Menurut dia “Manusia itu dalam hakikatnya terlahir sebagai individu yang bebas dan mempunyai hak-hak asasi tertentu, dalam interaksinya dengan individu yang lain…individu-individu ini membentuk suatu masyarakat secara alami, yang juga mempunyai hak-hak asasi dalam dirinya.” Nah..hak-hak inilah kata Proudhon yang telah di rampas, diobrak-abrik oleh sistem ekonomi Kapitalisme yang sebagaimana kita ketahui, dimiliki hanya oleh segelintir pemilik modal.

Proudhon bukanlah seorang komunis. Dia mengecam hak milik sebagai hak untuk mengeksploitasi, tetapi mengakui hak milik umum alat-alat untuk berproduksi, yang akan dipakai oleh kelompok-kelompok industri yang terikat antara satu dengan yang lain dalam kontrak yang bebas; selama hak ini tidak dipakai untuk mengeksploitasi manusia lain dan selama seorang individu dapat menikmati seluruh hasil kerjanya. Jumlah waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk memproduksi sebuah benda menjadi ukuran nilainya dalam pertukaran mutual. Dengan sistem tersebut, kemampuan kapital untuk menjalankan riba dimusnahkan. Jikalau kapital tersedia untuk setiap orang, kapital tersebut tidak lagi menjadi sebuah instrumen yang bisa dipakai untuk mengeksploitasi.

Proudhon mengajarkan “anarkisme damai”, sikap anti terhadap angkatan bersenjata yang merupakan alat sekaligus penguat sistem negara, sebab menurut keyakinannya masyarakat yang secara moral layak bertahan hanya boleh tergantung kepada niat-baik yang sukarela dari anggota-anggotanya.

Dalam bukunya System of Economical Contradictions: or, The Philosophy of Misery, Proudhon mengkritik habis komunisme ala Marx. Menurutnya, komunisme tidak lebih baik dari pada Kapitalisme. Komunisme mengancam martabat manusia dan mengabaikan hak-hak asasi individu dan masyarakat. Komunisme juga hanya menyebarkan kemelaratan dan kemiskinan dan membuat orang hidup seperti dalam pengasingan. Serangan Proudhon atas konsep-konsep sosialisme Marx kemudian dibalas oleh Marx dalam bukunya yang berjudul La Misere de la Philosophie (The Misery of Philosophy).

Dalam tulisan berserinya tentang hak milik yang diterbitkan dengan judul Theory of Property (1840), Proudhon membuat suatu kalimat retoris yang terkenal : What is Property ? (Apa itu Hak Milik ?) Pertanyaan itu kemudian dijawabnya sendiri yaitu "Property is Theft" (Hak Milik adalah Hasil Curian), "Property is Despotism" (Hak Milik adalah Despotisme). Proudhon bukanlah penentang hak milik, tetapi ia hanya marah melihat banyaknya hak milik yang diperoleh bukan melalui cara yang benar dan juga dengan cara tidak bekerja. Proudhon juga menganjurkan agar "property" seharusnya dibagikan secara merata kepada individu-individu, keluarga, dan asosiasi pekerja.


Proudhon, walaupun kemudian dikenal sebagai tokoh utama dibalik gerakan anarkisme, ia tidak pernah menyetujui segala macam bentuk pemogokan dan pemberontakan. Dia khawatir bahwa segala macam bentuk kekerasan dapat menimbulkan kediktatoran dan semakin mempertajam pertentangan kelas. Dia juga menolak perjuangan kaum pekerja melalui parlemen. Proudhon lebih menyukai perjuangan kaum pekerja lewat dirinya sendiri, yaitu buruh harus membantu dirinya sendiri. Proudhon menganjurkan pembentukan koperasi-koperasi pekerja dan bank-bank rakyat yang lebih berorientasi pada pekerja. Koperasi dan bank rakyat dipercayainya akan mengubah sistem kapitalis dari dalam, dan dengan demikian akan tercipta masyarakat yang harmonis sehingga kekuasaan negara tidak diperlukan lagi dan diganti dengan federasi komunitas-komunitas.

Berbeda dengan Proudhon, Bakunin melegalkan gerakan-gerakan dalam bentuk aksi langsung (direct action) dari perjuangan kelas buruh. Dia menyebutkan bahwa kekerasan, selama ditujukan kepada negara, adalah suatu tindakan yang diperlukan. Sejak Bakunin, perjuangan kaum anarkis kemudian berubah menjadi perjuangan yang penuh dengan kekerasan dan pemberontakan. Cara Bakunin menjalankan pemikirannya dalam bentuk kekerasan kemudian diikuti oleh tokoh-tokoh anarkis yang lain seperti Alexander Berkman, Errico Malatesta dan Peter Kropotkin.

Filsafat politik Bakunin dapat diringkas dalam beberapa tema yaitu : (1) kebebasan (liberty); (2) sosialisme; (3) anti-theisme; (4) federalisme; (5) materialisme

Konsep "liberty" Bakunin adalah "kebebasan sosialisme" (socialism liberty) yaitu kesamaan untuk semua. Karena setiap orang mempunyai hak-hak asasi yang sama dan terlibat dalam proses produksi yang sama maka semua fasilitas seperti pendidikan, pelayanan, dan lain-lain harus dinikmati secara sama oleh setiap orang. Kebebasan juga berarti perlawanan atas segala bentuk otoritas individu dan kolektif yang dimiliki oleh segelintir orang. Dalam hal ini Bakunin termasuk golongan "collectivist anarchism".

Konsep federalisme Bakunin adalah konsep dimana masyarakat harus diorganisir berdasarkan kebebasan individu-individu. Dan organisasi itu adalah organisasi yang bebas mengidentifikasikan dan mengasosiasikan dirinya tanpa adanya suatu paksaan. Maksud Bakunin adalah lebih menyerupai organisasi federasi kaum pekerja.

Walau banyak kesamaan dan terdapat berbagai kemiripan antara Anarkis dan Marxist, namun juga harus di akui, ada beberapa perbedaan yang bahkan fundamental antara dua aliran tersebut. Secara methodologi dan Ideologi, keduanya sepakat untuk melawan Kapitalisme dan kelas-kelas penindas, memiliki musuh politik yang sama, Keduanya memiliki berbagai tujuan jangka panjang yang serupa masyarakat tanpa kelas, tanpa negara. Sejarah keduanyapun saling beririsan dan dalam perjuangan revolusinya, keduanya saling dukung. Namun keduanya memiliki saling ketidak setujuan dalam memandang Negara, Struktur Kelas dalam Masyarakat dan juga Methoda Materialisme Historis. Bahkan perbedaan keduanya itu sampai pada ranah konflik berdarah misal ketika Kaum Anarkis mendapat represi yang sangat kuat oleh Rezim Uni Soviet dan para pendukung Rezim tersebut.

Beberapa hal yang menjadi menarik untuk melihat perbedaan dan kesamaan antar Anarkis dan marxist adalah bila kita melihat bagaimana perdebatan keduanya dlam beberapa hal antara lain tentang Negara. "Negara" sebagai sebuah institusi yang tersentralisir, hirarkis dan berkuasa yang mengembangkan sebuah monopoli atas penggunaan kekuasaan fisik yang terlegitimasi, tak beranjak dari definisi yang awalnya diajukan oleh seorang Max Weber, dalam esai tahun 1918-nya, Politik-Politik Sebagai sebuah Lapangan Pekerjaan. Definisi ini diterima oleh nyaris semua mazhab-mazhab pemikiran politik modern selain Marxisme, termasuk di dalamnya anarkisme. Marxisme memiliki definisi yang unik tentang negara: negara adalah sebuah organ represi kelas yang satu atas kelas yang lain. Bagi para Marxis, setiap negara secara intrinsik adalah sebuah kediktatoran kelas yang satu atas kelas lainnya. Dengan demikian, dalam teori Marxis dipahami bahwa lenyapnya kelas akan berbarengan dengan lenyapnya negara.

Bagaimanapun juga, tetap terdapat pertemuan di antara kedua kubu. Para anarkis percaya bahwa setiap negara secara tak terelakkan akan didominasi oleh elit-elit politik dan ekonomi, yang dengan demikian secara efektif menjadi sebuah organ dominasi politik. Dari sudut yang berbeda, para Marxis percaya bahwa represi kelas yang berhasil selalu mengikutsertakan kapasitas kekerasan yang superior, dan bahwa seluruh masyarakat selain sosialisme dikuasai oleh sebuah kelas minoritas, maka dalam teori Marxis semua negara non-sosialis akan memiliki karakter negara seperti yang diyakini oleh para Anarkis.

Segini dulu..ntar sambung lagi….

Label: