Senin, 26 Januari 2015

Industri Pulp dan Kertas; Problematika Hutan Tanaman Industri [Menyelesaikan masalah dengan membuat masalah]

Oleh : Deddy Ratih[1]


Industri Berbasis Kayu
Trend pembangunan hutan melalui Hutan Tanaman Industri bukan hal baru disektor industry kehutanan, model penguasaan hutan ini sudah sejak awal tahun 1980an didorong menjadi solusi penyokong industry kehutanan yang saat itu mulai kolaps.  Dua raksasa industry pulp dan kertas Raja Garuda Mas (RGM) dengan kelompok APRIL nya dan Sinar Mas Grup (SMG) dengan APP mulai menguasai sektor industry kehutanan dan kawasan hutan produksi untuk kemudian dirubah menjadi "kebun-kebun kayu".
SMG berkibar lewat PT Indah Kiat Pulp and Paper (IKPP) yang berlokasi di Riau dan Jawa Barat, Banten dan PT Lontar Papyrus Pulp and Paper (LPPP) di Jambi. Sementara RGM punya PT Toba Pulp Lestari (TPL) di Sumatera Utara dan PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) di Riau serta beberapa mills di Jawa Barat.
Dari sekitar 6,5 juta ton produksi pulp Indonesia dengan kebutuhan bahan baku kayu mencapai lebih dari 30 juta meter kubik per tahunnya, kedua industry ini menyumbangkan 4,7 juta ton produksi pulp per tahun, yang artinya ¾ produksi pulp dan kertas di Indonesia di pegang oleh kedua grup usaha tersebut.  Ini tentu saja berkorelasi terhadap kebun-kebun kayu yang menyuplai kebutuhan industry mereka.  Dengan asumsi setiap ton pulp butuh 4,6 m3 kayu, maka SMG dan RGM butuh bahan baku kayu minimal 21,62 juta m3. Jumlah ini sangat luar biasa! Pasalnya, konsumsi kayu seluruh industri berbasis kayu secara nasional pada tahun 2008 saja hanya 31,5 juta m3. Berarti, separuh lebih atau 68% pasok kayu nasional ditelan dua industri pulp dan kertas itu saja, atau apabila merujuk pada data Kementerian Kehutanan di tahun 2011 konsumsi kayu seluruh industry kayu nasional mencapai 43 juta meter kubik pertahun atau setara dengan 50,27% pasokan kayu nasional dikonsumsi oleh kedua kelompok industry tersebut[2].

Kebutuhan Industri pulp-paper dan Ekspansi Hutan Tanaman Industri
Untuk pemenuhan kebutuhan Industri pulp dan kertas yang begitu besar, tentu keduanya harus di supply oleh hutan tanaman industry yang luas.  Sebagai gambaran, untuk kapasitas pabrik terpasang sebesar 1,5 juta ton, luas areal bersih yang diperlukan cukup 420.000 hektare (ha). Luasan tersebut diperoleh dengan asumsi tiap hektare akan menghasilkan produksi kayu 150 m3 dan pertumbuhan tiap hektarenya 25m3/tahun dengan rotasi 7 tahun dan untuk setiap ton pulp butuh bahan baku kayu 4,6 m3.
Dari berbagai data Sustainable report RAPP, total luas konsesi PT RAPP (RGM) adalah seluas 350.165 ha.  Selain konsesi milik sendiri, RAPP juga memiliki kerjasama dengan pihak lain melalui joint venture dan joint operation (kurang lebih 62 perusahaan) serta Hutan Tanaman Rakyat.  Dari kerjasam-kerjasama ini RAPP mendapat tambahan areal seluas 328.392 ha (JV/JO) dan 51.695 dari HTR.  Sementara pengolahan dari berbagai sumber data hanya di propinsi Riau saja, konsesi HTI PT RAPP baik milik sendiri maupun kerjasama mencapai 1.159.047 ha.
PT IKPP merupakan subsidiary dari Asia Pulp and Paper Co Ltd (APP) yang tergabung dalam Sinar Mas Grup.  Pada masa awal industry ini memproduksi 105.000 ton pulp pertahun, dimana perkembangannya sekarang IKPP menghasilkan 2 juta ton pulp per tahun.  Supply bahan baku APP terutama berasal dari HTI PT Arara Abadi yang juga merupakan anak perusahaan Sinar Mas Grup.  Berdasarkan data dari berbagai sumber terdapat 46 perusahaan yang bermitra dengan IKPP.  Total perijinan konsesi HTI mitra IKPP dan PT Arara Abadi di propinsi Riau saja mencapai 953.139 ha.  Artinya IKPP membeli bahan baku industrinya diatas lahan hutan seluas hamper satu juta hektar[3].

Industri Pulp dan Kertas
Dari sekitar 14 Industri pulp dan 79 industri kertas di Indonesia, 77% produksi pulp dan kertas Indonesia di hasilkan oleh dua grup besar RGM dengan 35% dan SGM 42%  APP (SMG), saat ini rata-rata kapasitas pabrik sekitar 7,9 juta ton per tahun dan rata-rata produksi pulp dan kertas nasional sebanyak 12,99 juta ton per tahun. Tahun 2011, realisasi produksi pulp mencapai 7,3 juta ton per tahun dan kertas 10,7 juta ton per tahun (berdasarkan data Kementerian Perindustrian).
Group Sinar Mas melalup Asia Pulp and Paper (APP) menguasai pangsa pasar terbesar.  APP menghimpun 7 (tujuh) perusahaan yaitu PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia, PT Indah Kiat Pulp & Paper, PT Pindo Deli Pulp and Papers Mills, PT Lontar Payrus Pulp & Paper Industry, PT The Univenus, PT Ekamas Fortuna dan PT Purinusa Ekapersada.  Total kapasitas produksi Asia Pulp and Paper mencapai 9,2 juta ton per tahun, mencakup kapasitas produksi kertas mencapai 5,9 juta ton dan pulp sebesar 3,3 juta ton per tahun atau 42% dari kapasitas produksi Nasional.  Berada pada peringkat kedua RAPP - APRIL milik Grup Raja Garuda Mas dengan perusahaan; PT Riau Andalan Pulp and Paper, PT Toba Pulp Lestari.  RAPP sendiri memiliki kapasitas Produksi 2,21 juta ton per tahun atau 35% dari kapasitas produksi Nasional.
Secara global, RAPP – APRIL tercatat sebagai produsen kedua terbesar di dunia untuk produk bleached hardwood kraft pulp (BKHP), dengan kapasitas produksi 2,2 juta ton setahun dengan pasar produksi di Asia Pasifik (92%) dan Eropa (8%).  Group perusahaan ini juga tercatat sebagai produsen terbesar keempat utuk kertas uncoated wood free (UWF) dengan pasar Asia Pasifik sekitar 68% dan Uni Eropa sekitar 32%[4].
Besarnya kapasitas produksi RAPP dan IKPP membuat pemenuhan akan bahan baku berpotensi untuk dipasok melalui praktek-praktek ilegal dengan mengeksploitasi hutan alam. Diperkirakan 70 persen kebutuhan bahan baku keduanya berasal dari hutan alam. Sebab hutan tanaman industri yang mereka usahakan masih tak mencukupi. Berdasarkan data Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), tujuh industri pulp nasional setiap tahun membutuhkan kayu hingga 27,71 juta meter kubik. RAPP saja setiap tahun membutuhkan bahan baku 9,468 juta meter kubik, yang bisa dipasok sendiri baru sebatas 5,465 juta meter kubik. Sedangkan IKPP membutuhkan bahan baku 8,623 juta meter kubik pertahun, mengalami kekurangan pasokan 3,242 juta meter kubik
Indonesia sendiri memasok 2,5 persen dari kebutuhan kertas dunia yang mencapai 350 juta ton, dan pulp yang 200 juta ton per tahun. Indonesia adalah pemasok kertas terbesar ke-12 di dunia, atau terbesar keempat di Asia setelah China, Jepang, dan Korea Selatan. Kendati padat modal, dibutuhkan 1 miliar dollar AS untuk membangun industri berkapasitas 1 juta ton per tahun, dan berjangka waktu antara 7-8 tahun sejak penyiapan tanaman hingga panen, bisnis pulp dan kertas tetap menarik. Harga pasaran dunia saat ini untuk pulp 600 dollar AS per ton (sebelumnya 300 dollar AS per ton), dan harga kertas 800 dollar AS per ton. Pada 2020, diperkirakan kebutuhan kertas dunia akan meningkat menjadi 490 juta ton. 
ASOSIASI Pulp dan Kertas (APKI) menargetkan ekspor komoditas pulp (bubur kertas) dan kertas nasional hingga akhir tahun ini mencapai US$8,64 miliar atau tunibuh 4,4 persen (US$2,64 miliar) dari, realisasi ekspor 2011 senilai US$6 miliar.  Ketua Umum APKI Misbahul Huda mengemukakan target kenaikan relatif kecil dipengaruhi faktor kebutuhan kertas yang tidak banyak. 
Pertumbuhan rata-rata kertas dunia sebesar 2,1 persen per tahun. Pada negara maju pertumbuhan rata-rata hanya di kisaran 0,5 persen, sedangkan negara berkembang tumbuh 4,1 persen per tahun.[5]
Kementerian Perindustrian mencatat saat ini terdapat 14 industri pulp dengan kapasitas produksi 7,9 juta ton per tahun dan 79 industri kertas dengan kapasitas produksi 12,99 juta ton per tahun. Realisasi produksi pada 2011 masing-masing adalah 7,3 juta ton pulp dan 10,7 juta ton kertas.
Kontribusi produksi pulp dan kertas terbesar di dalam negeri berasal dari Asia Pulp & Paper Co, Ltd, perusahaan di bawah Grup Sinar Mas.
Pada Tahun 2012, Kementerian Perindustrian menargetkan produksi pulp Nasional  sekitar 8 juta ton, naik 5,26% dari tahun 2011.  Menurut Ketua Umum APKI Misbahul Huda, industri kertas Indonesia saat ini harus bersaing dengan China dan India.  Produksi kertas di China naik 30% per tahun. Selain untuk memenuhi kebutuhan pasar domestiknya, produsen kertas China mengekspor produknya ke Indonesia. Selain produk asal China, pasar kertas nasional juga dipasok produk impor asal Filipina dan Malaysia.
Saat ini pasar kertas dunia mulai bergeser dari Eropa dan Amerika ke kawasan Asia, termasuk Indonesia. Akibatnya, produsen kertas pun mengalihkan ekspor dari Eropa dan Amerika ke Asia.  Industri kertas nasional yang 50% produknya juga diorientasikan untuk pasar ekspor akan berhadapan langsung dengan produk China.
Realisasi penjualan Asia Pulp and Paper hingga kuartal III 2012 diproyeksi sudah mencapai 80% atau US 5,6 miliar dari target penjualan US$ 7 miliar, sebesar 60% berasal dari ekspor dan 40% domestik.  Pasar Asia seperti Singapura, Malaysia, Jepang, Thailand, Myanmar dan Kamboja merupakan kontributor terbesar penjualan ekspor APP. Kontribusi penjualan ekspor lainnya berasal dari pasar Amerika dan Eropa masing-masing sebesar 4%-5%.[6]

Pembangunan Hutan Tanaman Industri, Ekspansi vs Efisiensi
Merujuk pada perkembangan industry pulp dan kertas dunia saat ini ditenggarai kedua kelompok usaha tersebut akan menaikan kapasitas terpasang industrinyanya dengan tambahan mills dibeberapa daerah (APP membangun pabrik baru di Sumatera Selatan), maka bisa dipastikan terjadi perluasan ekspansi hutan tanaman industry dengan alasan mensupply kebutuhan industry mereka.
Mengacu pada kebutuhan industri dan permintaan pasar yang cenderung meningkat, maka perluasan (ekspansi) hutan tanaman industri menjadi suatu “keharusan” berkaca pada pengalaman dan fakta selama hampir 35 tahun terakhir ini.  Dengan luasan HTI berdasarkan ijin yang dikeluarkan oleh Kementerian Kehutanan ditahun 2013 saja, tercatat HTI seluas 10,1 juta Ha yang dikuasasi oleh sekitar 262 perusahaan meliputi pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi.[7]  Maka penambahan luasan hutan tanaman industri seharusnya bukan merupakan isu utama, tetapi harusnya saat ini berbicara tentang efesiensi dan perbaikan tatakelola hutan tanaman industri tersebut, namun sebagaimana kita ketahui target perluasan hutan tanaman industri menjadi 16 juta hektar di tahun 2025 sebagaimana RPJM menjadikan industri tersebut cenderung memilih perluasan (ekspansi) ketimbang efisiensi.
Problem utama dari perluasan pengembangan hutan tanaman industri dari masa ke masa hampir tidak berubah bahkan terjadi “perluasan” problem yaitu problem lingkungan hidup, degradasi kawasan gambut dan kerusakan ekosistem pulau kecil.  Hal ini mengacu pada perluasan investasi hutan tanaman industri dibeberapa pulau seperti Pulau Padang (konsesi HTI PT RAPP seluas 40.000 hektar, klaim RAPP hanya 20.000 ha yang ditanami sedangkan sisanya dikonservasi) dan Pulau Rangsang, Propinsi Riau.  Problem ikutan yang “menghantui” masyarakat dibeberapa wilayah di Indonesia adalah “Kabut Asap” yang hadir selama kurun waktu 15 tahun terakhir ini.  Tercatat kurang lebih lebih 100 ribu masyarakat di tiga propinsi di Indonesia menderita ISPA saat kebakaran hutan dan lahan di tahun 2014.

Provinsi
Penyakit karena asap
Kalimantan Tengah
31.374 ISPA dan diare (hingga Oktober 2014)
Riau
61.000 ISPA (Maret 2014)
Sumatera Selatan
3.000  (September-Oktober 2014)
   Sumber : WALHI 2014, diolah dari berbagai sumber

Ditahun 2013 kapasitas terpasang pabrik pulp RAPP mencapai 2,7 – 2,8 juta ton per tahun, sementara kapasitas terpakai untuk industri kertasnya mencapai 850.000 tan per tahun. 
Mengutif data Kementerian Perindustrian yang diriis awal tahun 2014 yang lalu, kapasitas terpasang pabrik pulp di Indonesia mencapai 7,9 juta ton.  Diprediksikan pada tahun 2017 nanti, kapasitas terpasang pabrik pulp di Indonesia akan meningkat menjadi sekitar 10 juta ton (naik 26,5%).  Peningkatan ini tentu akan berdampak terhadap kebutuhan bahan baku kayu. Ditahun 2017 nanti diperkirakan kebutuhan bahan baku mencapai 45 juta meter kubik (m³) atau naik sekitar 27,5% dibanding tahun 2013 (35,3 juta m³).
Begitu juga hal-nya dengan produksi kertas, ditahun 2017 nanti diproyeksikan akan meningkat menjadi 17 juta ton atau naik 22,3% dibanding tahun 2013 (13,9 juta ton).  Pada tahun 2013 volume ekspor pulp mencapai 3,1 juta ton dan volume ekspor kertas sekitar 4,2 juta ton.  [untuk tahun 2014 yang lalu Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) memperkirakan utilisasi industri pulp dan kertas meningkat sekitar 1% - 2% dibanding tahun 2013 yang mencapai sekitar 90%).
Peningkatan kapasitas terpasang industri pulp dan kertas dalam negeri tersebut disebabkan karena kebutuhan kertas dunia yag meningkat rata-rata 2,1% per tahun.  Perinciannya, di negara berkembang kenaikan pertumbuhan kebutuhan kertas rata-rata mencapai 4,1%, sementara pertumbuhan kebutuhan kertas di negara maju menjadi sebesar 0,5% per tahun.

Catatan saja, pada 2020 kebutuhan kertas dunia diperkirakan mencapai 490 juta ton, atau naik 24,3% dibandingkan kebutuhan tahun lalu sebanyak 394 juta ton[8]

. . . . .bersambung



[1] Deddy Ratih, Anggota Individu WALHI.  Opini pribadi dan dipublikasikan melalui blog pribadi  (http://dera-bakesah.blogspot.com)
[2] WALHI, kompilasi dari berbagai sumber 2013

[3] WALHI, kompilasi dari berbagai sumber, 2013
[4] Sumber : Berita Satu, http://sp.beritasatu.com/ekonomidanbisnis/pasar-bergeser-industri-kertas-terus-tumbuh/49818
[5] Tribunnews.com, Mei 2012
[6] Ekarina, indonesiafinancetoday.com, 16 Nopember 2012
[7] Environmental Outlook WALHI 2015
[8] Sumber : Web site Kemenperin http://agro.kemenperin.go.id/1949-Kapasitas-Produksi-Kertas-dan-Pulp-Naik-di-2017

Label: