Industri Pulp dan Kertas; Problematika Hutan Tanaman Industri [Menyelesaikan masalah dengan membuat masalah]
Oleh : Deddy
Ratih[1]
Industri Berbasis Kayu
Trend
pembangunan hutan melalui Hutan Tanaman Industri bukan hal baru disektor
industry kehutanan, model penguasaan hutan ini sudah sejak awal tahun 1980an
didorong menjadi solusi penyokong industry kehutanan yang saat itu mulai
kolaps. Dua raksasa industry pulp dan
kertas Raja Garuda Mas (RGM) dengan kelompok APRIL nya dan Sinar Mas Grup (SMG)
dengan APP mulai menguasai sektor industry kehutanan dan kawasan hutan produksi
untuk kemudian dirubah menjadi "kebun-kebun kayu".
SMG
berkibar lewat PT Indah Kiat Pulp and Paper (IKPP) yang berlokasi di Riau dan
Jawa Barat, Banten dan PT Lontar Papyrus Pulp and Paper (LPPP) di Jambi.
Sementara RGM punya PT Toba Pulp Lestari (TPL) di Sumatera Utara dan PT Riau
Andalan Pulp and Paper (RAPP) di Riau serta beberapa mills di Jawa Barat.
Dari
sekitar 6,5 juta ton produksi pulp Indonesia dengan kebutuhan bahan baku kayu
mencapai lebih dari 30 juta meter kubik per tahunnya, kedua industry ini
menyumbangkan 4,7 juta ton produksi pulp per tahun, yang artinya ¾ produksi
pulp dan kertas di Indonesia di pegang oleh kedua grup usaha tersebut. Ini tentu saja berkorelasi terhadap
kebun-kebun kayu yang menyuplai kebutuhan industry mereka. Dengan asumsi setiap ton pulp butuh 4,6 m3
kayu, maka SMG dan RGM butuh bahan baku kayu minimal 21,62 juta m3. Jumlah ini
sangat luar biasa! Pasalnya, konsumsi kayu seluruh industri berbasis kayu
secara nasional pada tahun 2008 saja hanya 31,5 juta m3. Berarti, separuh lebih
atau 68% pasok kayu nasional ditelan dua industri pulp dan kertas itu saja,
atau apabila merujuk pada data Kementerian Kehutanan di tahun 2011 konsumsi
kayu seluruh industry kayu nasional mencapai 43 juta meter kubik pertahun atau
setara dengan 50,27% pasokan kayu nasional dikonsumsi oleh kedua kelompok
industry tersebut[2].
Kebutuhan Industri pulp-paper dan Ekspansi
Hutan Tanaman Industri
Untuk
pemenuhan kebutuhan Industri pulp dan kertas yang begitu besar, tentu keduanya
harus di supply oleh hutan tanaman industry yang luas. Sebagai gambaran, untuk kapasitas pabrik
terpasang sebesar 1,5 juta ton, luas areal bersih yang diperlukan cukup 420.000
hektare (ha). Luasan tersebut diperoleh dengan asumsi tiap hektare akan
menghasilkan produksi kayu 150 m3 dan pertumbuhan tiap hektarenya 25m3/tahun
dengan rotasi 7 tahun dan untuk setiap ton pulp butuh bahan baku kayu 4,6 m3.
Dari
berbagai data Sustainable report RAPP, total luas konsesi PT RAPP (RGM) adalah
seluas 350.165 ha. Selain konsesi milik
sendiri, RAPP juga memiliki kerjasama dengan pihak lain melalui joint venture
dan joint operation (kurang lebih 62 perusahaan) serta Hutan Tanaman
Rakyat. Dari kerjasam-kerjasama ini RAPP
mendapat tambahan areal seluas 328.392 ha (JV/JO) dan 51.695 dari HTR. Sementara pengolahan dari berbagai sumber
data hanya di propinsi Riau saja, konsesi HTI PT RAPP baik milik sendiri maupun
kerjasama mencapai 1.159.047 ha.
PT
IKPP merupakan subsidiary dari Asia Pulp and Paper Co Ltd (APP) yang tergabung
dalam Sinar Mas Grup. Pada masa awal
industry ini memproduksi 105.000 ton pulp pertahun, dimana perkembangannya
sekarang IKPP menghasilkan 2 juta ton pulp per tahun. Supply bahan baku APP terutama berasal dari
HTI PT Arara Abadi yang juga merupakan anak perusahaan Sinar Mas Grup. Berdasarkan data dari berbagai sumber
terdapat 46 perusahaan yang bermitra dengan IKPP. Total perijinan konsesi HTI mitra IKPP dan PT
Arara Abadi di propinsi Riau saja mencapai 953.139 ha. Artinya IKPP membeli bahan baku industrinya
diatas lahan hutan seluas hamper satu juta hektar[3].
Industri Pulp dan Kertas
Dari
sekitar 14 Industri pulp dan 79 industri kertas di Indonesia, 77% produksi pulp
dan kertas Indonesia di hasilkan oleh dua grup besar RGM dengan 35% dan SGM
42% APP (SMG), saat ini rata-rata kapasitas pabrik sekitar 7,9 juta ton per tahun dan rata-rata produksi
pulp dan kertas nasional sebanyak 12,99 juta ton per tahun. Tahun 2011, realisasi
produksi pulp mencapai 7,3 juta ton per tahun dan kertas 10,7 juta ton per
tahun (berdasarkan data Kementerian Perindustrian).
Group Sinar Mas melalup Asia Pulp and Paper
(APP) menguasai pangsa pasar terbesar.
APP menghimpun 7 (tujuh) perusahaan yaitu PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia,
PT Indah Kiat Pulp & Paper, PT Pindo Deli Pulp and Papers Mills, PT Lontar
Payrus Pulp & Paper Industry, PT The Univenus, PT Ekamas Fortuna dan PT
Purinusa Ekapersada. Total kapasitas produksi Asia Pulp and Paper mencapai 9,2
juta ton per tahun, mencakup kapasitas produksi kertas mencapai 5,9 juta ton
dan pulp sebesar 3,3 juta ton per tahun atau 42% dari kapasitas produksi Nasional. Berada pada peringkat kedua RAPP - APRIL
milik Grup Raja Garuda Mas dengan perusahaan; PT Riau Andalan Pulp and Paper,
PT Toba Pulp Lestari. RAPP sendiri
memiliki kapasitas Produksi 2,21 juta ton per tahun atau 35% dari kapasitas
produksi Nasional.
Secara global, RAPP – APRIL tercatat sebagai
produsen kedua terbesar di dunia untuk produk bleached hardwood kraft pulp (BKHP), dengan kapasitas produksi 2,2
juta ton setahun dengan pasar produksi di Asia Pasifik (92%) dan Eropa
(8%). Group perusahaan ini juga tercatat
sebagai produsen terbesar keempat utuk kertas uncoated wood free (UWF) dengan pasar Asia Pasifik sekitar 68% dan
Uni Eropa sekitar 32%[4].
Besarnya kapasitas produksi RAPP dan IKPP
membuat pemenuhan akan bahan baku berpotensi untuk dipasok melalui
praktek-praktek ilegal dengan mengeksploitasi hutan alam. Diperkirakan 70
persen kebutuhan bahan baku keduanya berasal dari hutan alam. Sebab hutan
tanaman industri yang mereka usahakan masih tak mencukupi. Berdasarkan data
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), tujuh industri pulp nasional setiap
tahun membutuhkan kayu hingga 27,71 juta meter kubik. RAPP saja setiap tahun
membutuhkan bahan baku 9,468 juta meter kubik, yang bisa dipasok sendiri baru
sebatas 5,465 juta meter kubik. Sedangkan IKPP membutuhkan bahan baku 8,623
juta meter kubik pertahun, mengalami kekurangan pasokan 3,242 juta meter kubik
Indonesia sendiri memasok 2,5 persen dari
kebutuhan kertas dunia yang mencapai 350 juta ton, dan pulp yang 200 juta ton
per tahun. Indonesia adalah pemasok kertas terbesar ke-12 di dunia, atau
terbesar keempat di Asia setelah China, Jepang, dan Korea Selatan. Kendati
padat modal, dibutuhkan 1 miliar dollar AS untuk membangun industri
berkapasitas 1 juta ton per tahun, dan berjangka waktu antara 7-8 tahun sejak
penyiapan tanaman hingga panen, bisnis pulp dan kertas tetap menarik. Harga
pasaran dunia saat ini untuk pulp 600 dollar AS per ton (sebelumnya 300 dollar
AS per ton), dan harga kertas 800 dollar AS per ton. Pada 2020,
diperkirakan kebutuhan kertas dunia akan meningkat menjadi 490 juta ton.
ASOSIASI Pulp
dan Kertas (APKI) menargetkan ekspor komoditas pulp (bubur kertas) dan kertas
nasional hingga akhir tahun ini mencapai US$8,64 miliar atau tunibuh 4,4 persen
(US$2,64 miliar) dari, realisasi ekspor 2011 senilai US$6 miliar. Ketua Umum APKI Misbahul Huda mengemukakan
target kenaikan relatif kecil dipengaruhi faktor kebutuhan kertas yang tidak
banyak.
Pertumbuhan rata-rata kertas dunia sebesar 2,1
persen per tahun. Pada negara maju pertumbuhan rata-rata hanya di kisaran 0,5
persen, sedangkan negara berkembang tumbuh 4,1 persen per tahun.[5]
Kementerian Perindustrian mencatat saat ini terdapat 14 industri pulp dengan
kapasitas produksi 7,9 juta ton per tahun dan 79 industri kertas dengan
kapasitas produksi 12,99 juta ton per tahun. Realisasi produksi pada 2011
masing-masing adalah 7,3 juta ton pulp dan 10,7 juta ton kertas.
Kontribusi produksi pulp dan kertas terbesar di dalam negeri berasal dari Asia
Pulp & Paper Co, Ltd, perusahaan di bawah Grup Sinar Mas.
Pada Tahun 2012, Kementerian
Perindustrian menargetkan produksi pulp Nasional sekitar 8 juta ton, naik 5,26% dari tahun
2011. Menurut Ketua Umum APKI Misbahul
Huda, industri kertas Indonesia saat ini harus bersaing dengan China dan
India. Produksi
kertas di China naik 30% per tahun. Selain untuk memenuhi kebutuhan pasar
domestiknya, produsen kertas China mengekspor produknya ke Indonesia. Selain
produk asal China, pasar kertas nasional juga dipasok produk impor asal
Filipina dan Malaysia.
Saat ini pasar kertas dunia mulai bergeser dari Eropa dan
Amerika ke kawasan Asia, termasuk Indonesia. Akibatnya, produsen kertas pun
mengalihkan ekspor dari Eropa dan Amerika ke Asia. Industri kertas nasional yang 50% produknya
juga diorientasikan untuk pasar ekspor akan berhadapan langsung dengan produk
China.
Realisasi penjualan Asia Pulp and Paper hingga kuartal
III 2012 diproyeksi sudah mencapai 80% atau US 5,6 miliar dari target penjualan
US$ 7 miliar, sebesar 60% berasal dari ekspor dan 40% domestik. Pasar Asia seperti Singapura, Malaysia,
Jepang, Thailand, Myanmar dan Kamboja merupakan kontributor terbesar penjualan
ekspor APP. Kontribusi penjualan ekspor lainnya berasal dari pasar Amerika dan
Eropa masing-masing sebesar 4%-5%.[6]
Pembangunan Hutan Tanaman Industri,
Ekspansi vs Efisiensi
Merujuk
pada perkembangan industry pulp dan kertas dunia saat ini ditenggarai kedua kelompok
usaha tersebut akan menaikan kapasitas terpasang industrinyanya dengan tambahan mills dibeberapa daerah (APP membangun pabrik baru di Sumatera Selatan), maka bisa dipastikan terjadi perluasan
ekspansi hutan tanaman industry dengan alasan mensupply kebutuhan industry
mereka.
Mengacu
pada kebutuhan industri dan permintaan pasar yang cenderung meningkat, maka
perluasan (ekspansi) hutan tanaman industri menjadi suatu “keharusan” berkaca
pada pengalaman dan fakta selama hampir 35 tahun terakhir ini. Dengan luasan HTI berdasarkan ijin yang
dikeluarkan oleh Kementerian Kehutanan ditahun 2013 saja, tercatat HTI seluas 10,1 juta Ha yang dikuasasi
oleh sekitar 262 perusahaan meliputi pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi.[7]
Maka penambahan luasan hutan tanaman
industri seharusnya bukan merupakan isu utama, tetapi harusnya saat ini
berbicara tentang efesiensi dan perbaikan tatakelola hutan tanaman industri
tersebut, namun sebagaimana kita ketahui target perluasan hutan tanaman
industri menjadi 16 juta hektar di tahun 2025 sebagaimana RPJM menjadikan
industri tersebut cenderung memilih perluasan (ekspansi) ketimbang efisiensi.
Problem
utama dari perluasan pengembangan hutan tanaman industri dari masa ke masa
hampir tidak berubah bahkan terjadi “perluasan” problem yaitu problem
lingkungan hidup, degradasi kawasan gambut dan kerusakan ekosistem pulau
kecil. Hal ini mengacu pada perluasan
investasi hutan tanaman industri dibeberapa pulau seperti Pulau Padang (konsesi
HTI PT RAPP seluas 40.000 hektar, klaim RAPP hanya 20.000 ha yang ditanami
sedangkan sisanya dikonservasi) dan Pulau Rangsang, Propinsi Riau. Problem ikutan yang “menghantui” masyarakat
dibeberapa wilayah di Indonesia adalah “Kabut Asap” yang hadir selama kurun
waktu 15 tahun terakhir ini. Tercatat kurang
lebih lebih 100 ribu masyarakat di tiga propinsi di Indonesia menderita ISPA
saat kebakaran hutan dan lahan di tahun 2014.
Provinsi
|
Penyakit karena asap
|
Kalimantan
Tengah
|
31.374 ISPA dan diare (hingga
Oktober 2014)
|
Riau
|
61.000 ISPA
(Maret 2014)
|
Sumatera
Selatan
|
3.000 (September-Oktober 2014)
|
Sumber
: WALHI 2014, diolah dari berbagai sumber
Ditahun 2013
kapasitas terpasang pabrik pulp RAPP mencapai 2,7 – 2,8 juta ton per tahun,
sementara kapasitas terpakai untuk industri kertasnya mencapai 850.000 tan per
tahun.
Mengutif data Kementerian Perindustrian yang diriis awal tahun 2014 yang lalu, kapasitas terpasang pabrik pulp di Indonesia mencapai 7,9 juta ton. Diprediksikan pada tahun 2017 nanti, kapasitas terpasang pabrik pulp di Indonesia akan meningkat menjadi sekitar 10 juta ton (naik 26,5%). Peningkatan ini tentu akan berdampak terhadap kebutuhan bahan baku kayu. Ditahun 2017 nanti diperkirakan kebutuhan bahan baku mencapai 45 juta meter kubik (m³) atau naik sekitar 27,5% dibanding tahun 2013 (35,3 juta m³).
Begitu juga hal-nya dengan produksi kertas, ditahun 2017 nanti diproyeksikan akan meningkat menjadi 17 juta ton atau naik 22,3% dibanding tahun 2013 (13,9 juta ton). Pada tahun 2013 volume ekspor pulp mencapai 3,1 juta ton dan volume ekspor kertas sekitar 4,2 juta ton. [untuk tahun 2014 yang lalu Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) memperkirakan utilisasi industri pulp dan kertas meningkat sekitar 1% - 2% dibanding tahun 2013 yang mencapai sekitar 90%).
Peningkatan kapasitas terpasang industri pulp dan kertas dalam negeri tersebut
disebabkan karena kebutuhan kertas dunia yag meningkat rata-rata 2,1% per
tahun. Perinciannya, di negara
berkembang kenaikan pertumbuhan kebutuhan kertas rata-rata mencapai 4,1%,
sementara pertumbuhan kebutuhan kertas di negara maju menjadi sebesar 0,5% per
tahun.
Catatan saja, pada 2020 kebutuhan kertas dunia diperkirakan mencapai 490 juta ton, atau naik 24,3% dibandingkan kebutuhan tahun lalu sebanyak 394 juta ton[8]
. . . . .bersambung
[1] Deddy Ratih, Anggota Individu WALHI. Opini pribadi dan dipublikasikan melalui blog
pribadi (http://dera-bakesah.blogspot.com)
[2] WALHI, kompilasi dari berbagai sumber 2013
[3] WALHI, kompilasi dari berbagai sumber, 2013
[4] Sumber : Berita Satu, http://sp.beritasatu.com/ekonomidanbisnis/pasar-bergeser-industri-kertas-terus-tumbuh/49818
[5] Tribunnews.com, Mei 2012
[7] Environmental Outlook WALHI 2015
[8] Sumber : Web site Kemenperin http://agro.kemenperin.go.id/1949-Kapasitas-Produksi-Kertas-dan-Pulp-Naik-di-2017
Label: Sekedar Berbagi