Senin, 29 September 2008

Memahami Anarkisme*

Oleh : dEr@

“Di dalam sejarah perkembangannya, manusia hanya menjadi alat bagi kelas yang dominan. Pada masa perbudakan, negara mengabdi pada tuan-tuan pemilik budak; Pada masa feodal, negara mengabdi pada tuan-tuan tanah; pada masa kapitalis, negara mengabdi untuk kepentingan para kapitalis. Dan pada masa kediktatoran proletariat, negara dijadikan alat untuk kepentingan sekelompok revolusioner progressif yang memenangkan revolusi sebagai alat penindasan baru. Negara hanya mengabdi pada kepentingan kaum minoritas dan bukan mayoritas.”

Sudah merupakan sifat yang alami mungkin ya…yang namanya pemerintah(an) (serta hirarki secara keseluruhan) meliputi penindasan dan eksploitasi bagi orang-orang didalam wilayah kekuasaannya (atau paling tidak terkena efeknya). Tidak seperti kontra kultur borjuis lainnya Anarkis menolak Komunisme beserta semua tradisi sayap kiri - pemerintah - demokrasi terlebih lagi kapitalisme. Reformasi yang dilakukan partai besar dianggap kaum Anarki tidaklah cukup karena amat sangat bersifat statis (misalnya dengan tetap mempertahankan perlunya pemerintahan formal). Reformasi hanya MENYENANGKAN bukan MEMBEBASKAN orang-orang yang telibat didalamnya. Meskipun demikian seperti halnya Komunisme, Anarkis terlibat dalam berbagai gerakan-gerakan yang mendukung hak perempuan, kelas pekerja serta sama-sama membenci masyarakat kapitalis. Banyak Anarkis terlibat dalam demonstrasi-demonstrasi yang diorganisasi oleh Liga Spartakis atau grup-grup Marxis, Leninis, Trotskys lainnya. Hal ini dikarenakan mereka memiliki goal-goal yang mirip dalam beberapa isu yang spesifik.

Namun, Anarkisme dan siapa saja yang membaca sejarah sadar akan realitas Komunisme yang telah melenceng jauh dari goal “ideal” akan sebuah “negara”, apalagi bila dilihat dari kaca mata Anarkis yang menolak negara. “Grup-grup komunis yang telah kehilangan kekuatan membicarakan tentang kebersamaan dalam satu garis dan menampilkan Komunisme sebagai kekuatan mulia, berperang demi persamaan dan keadilan menghadapi dominasi Kapitalis. Tetapi faktanya para partai-partai sayap kiri secara alamiah bersifat autoritarian.” Setiap sistem yang didalamnya memiliki bagian dari filosofi dominasi satu manusia oleh manusia lainnya memiliki kemungkinan untuk menindas. “Kelompok-kelompok komunis tidak akan pernah memperjuangkan pembebasan massa karena hal tersebut hanya akan membuat mereka terhambat dalam upaya untuk memegang kekuasaan. Ketika mereka memperoleh jalan kearah kekuasaan maka mereka akan mengadopsi sifat menindas seperti halnya penguasa-penguasa negara sebelum mereka” (PE #2 Februari 1990 Hal 22, Felix dan Rat, Revolt Against communism). Bukti- bukti akan sifat menindas komunisme tidak hanya mengacu pada keadaan rezim-rezim penindas komunis yang ada saat ini, karena hal tersebut sebenarnya telah terjadi sejak pemberotakan Krondstat tahun 1921, gerakan Anarkis Ukrania tahun 1918 - 21 dan Perang Sipil Spanyol tahun 1936 - 1939 ketika para Anarkis dihianati dan dihancurkan oleh kekuatan totalitarian Komunis.

Rezim-rezim Komunis secara substansial tidak berbeda dengan rezim-rezim yang mereka tumbangkan, paling tidak dalam satu subjek MENJADI PENGATUR/PENGUASA sedangkan Anarkis percaya revolusi bukanlah suatu pergantian yang sederhana (meskipun mungkin sangat amat berdarah) dari satu pengatur ke pengatur lainnya_karena Anarkis berarti tanpa pengatur/penguasa. “kita hidup dizaman dimana revolusi hanyalah berarti hasil rekayasa kelas profesional satu organisasi komunis yang merencanakan untuk menggulingkan sistem kapitalis dan mencoba menggantinya dengan sistem yang sama busuknya jika tidak lebih menindas dari yang ada sekarang” (PE #1 hal 29 ,Band Minnessota Destroy) Dalam pengertian ini revolusi hanya menjadi lingkaran setan : satu pemberontakan tanpa orientasi yang hanya akan menguatkan posisi kelas penguasa baru yang akan menggantikan posisi penguasa lama. Komunisme tidak memiliki ketertarikan akan pembebasan diri dari mental penguasaan yang tidak bisa lepas dalam segala segi kehidupan kita saat ini : untuk menghapus kekuatan itu sendiri, hal yang merupakan ideal para Anarkis dan karena hal ini pula maka Komunisme sama tidak di inginkan oleh para Anarkis sebagaimana Kapitalisme.

Pertentangan konsepsi tentang negara sosialis sudah terjadi jauh sebelumnya, ketika Bakunin memimpin kelompok anarkisme dalam pertemuan Asosiasi Buruh Internasional (Internasionale I) di London pada tahun 1864. Kelompok ini sangat berseberangan dengan Marx, khususnya tentang konsep negara sosialis. Bakunin sangat menentang konsep negara sosialis seperti yang dicetuskan Marx. Kaum Marxist berpendapat bahwa negara masih diperlukan selama revolusi proletar, yang menjadi cita-cita kaum buruh, belum terjadi. Negara masih diperlukan sebagai sarana untuk membentuk komunitas komunis dibawah kediktatoran kaum buruh. Menurut Bakunin, negara tidak diperlukan lagi, karena kekuasaan negara melanggar hak-hak asasi individu yang bebas. Negara harus digantikan oleh komunitas-komunitas yang bebas dan mandiri secara ekonomi.

Kelompok ini kemudian dikeluarkan dari Internasionale I pada tahun 1872 saat Kongres Hague. Kelompok anarkis pimpinan Bakunin kemudian mengadakan Kongres sendiri di St. Imier dan menghasilkan program-program revolusioner kelompok anarkis. Meskipun Bakunin sangat menghormati Marx, dan menganggap Marx sebagai salah satu gurunya, banyak konsep-konsep Marx yang sangat ditentangnya. Bakunin tidak menyetujui konsep Marx tentang "sosialisme otoriter" dan "kediktatoran kaum proletar". Bakunin menyamakan konsep itu dengan kediktatoran Rusia dibawah pemerintahan Tsar Nicholas I. If you took the most ardent revolutionary, vested him in absolute power, within a year he would be worse than the Czar himself.”

Dalam perkembangannya Anarkisme sendiri kemudian muncul dengan Varian-varian yang beragam, Varian-varian atau penggolongan ini terjadi karena adanya perbedaan pandangan, sikap politik, latar belakang, maupun taktik serta penerapan ideologi anarkisme itu sendiri oleh para anarkis.

Beberapa varian dari Anarkisme itu antara lain :

1. Anarko-Komunisme

2. Anarko-Sindikalisme

3. Anarka-Feminisme

4. Anarkisme individualisme

5. Anarkis Platformis

6. Infoanarkisme

7. Anarki pasca-kiri

8. Anarkisme Hijau

9. Anarko-primitifisme

Prinsip dasar

Kelompok anarkisme-komunis menekankan pada egalitarianisme (persamaan), penghapusan hirarki sosial (social hierarchy), penghapusan perbedaan kelas, distribusi kesejahteraan yang merata, penghilangan kapitalisme, serta produksi kolektif berdasarkan kesukarelaan. Negara dan hak milik pribadi adalah hal-hal yang tidak seharusnya eksis dalam anarkisme-komunis. Setiap orang dan kelompok berhak dan bebas untuk berkontribusi pada produksi dan juga untuk memenuhi kebutuhannya berdasarkan pilihannya sendiri.

Salah satu hal yang membedakan antara anarkisme-kolektif dengan anarkisme-komunis adalah pandangan mengenai gaji dan upah pekerja. Anarkisme-komunis berpendapat bahwa tidak ada satu carapun yang dapat mengukur kontribusi seseorang terhadap proses produksi dan ekonomi karena kesejahteraan adalah hasil dari produksi bersama. Sistem ekonomi yang berdasarkan gaji/upah pekerja dan hak milik adalah bentuk penyiksaan negara dan aparaturnya dengan tujuan untuk mempertahankan hak milik pribadi dan juga ketidakseimbangan hubungan ekonomi diantara para pelaku produksi. Selain itu, anarkisme-komunis menolak sistem gaji/upah pekerja dengan dasar filosofi bahwa pada hakikatnya manusia itu "malas" dan "egois". Anarkisme-komunis juga mendukung komunisme (dalam sistem pemikiran Marxisme) dengan penekanan pada penjaminan kebebasan dan juga kesejahteraan bagi setiap orang, dan tidak mendukung komunisme dalam hal yang berhubungan dengan kekuasaan. Hal inilah yang membuat anarkisme-komunis sering disamakan dengan filsafat egalitarian.

Secara khusus, memang seharusnya tak ada–isme anarko-primitivisme ataupun anarko-primitivis. Individu-individu yang diasosiasikan dengan arus ini tidak pernah berharap untuk dikotakkan dalam batas-batas sebuah ideologi, melainkan memilih menjadi individu-individu bebas dalam komuniti bebas yang berjalan dalam harmoni satu sama lain termasuk juga dengan biosfer sehingga akan menolak untuk dibatasi dengan sekedar terminologi ‘anarko-primitivis’ atau label-label ideologis lainnya. Sehingga, definisi terbaik untuk anarko-primitivisme adalah sebuah label yang tepat yang digunakan untuk mengkarakteristikkan individu-individu yang beragam dalam kesamaan sebuah proyek: penghapusan seluruh relasi kekuasaan—seperti struktur kontrol, paksaan, dominasi dan eksploitasi—demi membangun sebuah bentuk komunitas yang telah membuang seluruh struktur relasi tersebut.

Bagi para anarko-primitivis, peradaban adalah sebuah konteks pelipatgandaan relasi kekuasaan. Beberapa relasi kekuasaan yang paling mendasar memang terdapat juga di tengah masyarakat primitif—dan atas alasan ini jugalah mengapa anarko-primitivis tidak berupaya untuk mereplika atau kembali pada bentuk masyarakat tersebut—tetapi dalam peradabanlah berbagai relasi kekuasaan menjadi sangat berkembang dan begitu meresap dalam seluruh aspek praktis kehidupan manusia dan dalam relasi antara manusia dengan biosfernya. Peradaban—sering disebut juga sebagai mega-mesin atau Leviathan—menjadi sebuah mesin raksasa yang meraih momentumnya sendiri dan semakin berada di luar kontrol mereka yang menciptakannya. Digerakkan melalui rutinitas kehidupan harian yang didefinisikan dan dimanajemeni melalui internalisasi ketertundukan, manusia menjadi budak bagi mesin ini, sistem yang menopang peradaban itu sendiri. Hanya penolakan terhadap sistem yang telah menyebar luas, menentang berbagai bentuk kontrol, pemberontakan melawan kekuasaan itu sendirilah, yang dapat menghancurkan peradaban serta menghadirkan sebuah alternatif radikal.

Berbagai ideologi seperti Marxisme, anarkisme klasik dan feminisme menentang beberapa aspek tertentu dari peradaban tetapi hanya anarko-primitivisme yang menentang peradaban itu sendiri, konteks yang mana di dalamnya seluruh bentuk perjuangan ideologis tersebut terengkuh di dalamnya. Anarko-primitifisme melibatkan elemen-elemen dari berbagai arus oposisi—kesadaran ekologi, anti-otoritarianisme anarkis, kritik dari feminis, ide-ide Situationist International, teori-teori kerja, kritik teknologi—tetapi melangkah melampaui bentuk oposisi tunggal terhadap kekuasaan, dengan menolak seluruh bentuk struktur relasi kekuasaan.

Beberapa arus yang secara karakteristik berdekatan dengan anarko-primitivisme: Futurist, Dada, Surrealisme, Situationist International, CrimethInc. (ex-)Worker Collective, Fifth Estate, Unabomber, AJODA, Green Anarchy, serta anarkisme-anarkisme insureksioner.

Anarko-Sindikalis memandang serikat buruh berpotensi sebagai kekuatan revolusioner untuk perubahan sosial, mengganti sistem Kapitalisme dan negara dengan sebuah masyarakat baru yang dikelola secara demokratis oleh kaum pekerja. Anarko-Sindikalis berupaya menghapuskan sistem kerja-upah dan negara atau kepemilikan pribadi terhadap alat produksi, yang menurut mereka menuntun pada pembagian kelas. Anarko-Sindikalis merupakan aliran gerakan anarkis yang populer dan aktif hingga hari ini. Gerakan Anarko-Sindikalis memiliki pendukung yang cukup banyak di dunia dengan berbagai organisasinya di berbagai belahan dunia. Prinsip-prinsip dasar Anarko-Sindikalis:

1. Solidaritas kaum pekerja

2. Aksi langsung

3. Swa-kelola kaum pekerja

Meski memiliki banyak Varian, garis merah anarkisme konsisten dan prinsip terfundamentalnya transparan. Maka ia mudah ditelusuri, sebab hakikat anarki itu cuma menyangkut empat garis merah berikut :

1. Anarki adalah perindu kebebasan martabat individu. Ia menolak segala bentuk penindasan. Jika penindas itu kebetulan pemerintah, ia memilih masyarakat tanpa pemerintah. Jadi, anarki sejatinya bumi utopis yang dihuni individu-individu yang ogah memiliki pemerintahan dan menikmati kebebasan mutlak.

2. Konsekuensi butir pertama adalah, anarki lalu antihirarki. Sebab hirarki selalu berupa struktur organisasi dengan otoritas yang mendasari cara penguasaan yang menindas. Bukannya hirarki yang jadi target perlawanan, melainkan penindasan yang menjadi karakter dalam otoritas hirarki tersebut.

3. Anarkisme adalah paham hidup yang mencita-citakan sebuah kaum tanpa hirarki secara sospolekbud yang bisa hidup berdampingan secara damai dengan semua kaum lain dalam suatu sistem sosial. Ia memberi nilai tambah, sebab memaksimalkan kebebasan individual dan kesetaraan antar individu berdasarkan kerjasama sukarela antarindividu atau grup dalam masyarakat.

4. Tiga butir di atas adalah konsekuensi logis mereaksi fakta sejarah yang telah membuktikan, kemerdekaan tanpa persamaan cuma berarti kemerdekaan para penguasa, dan persamaan tanpa kemerdekaan cuma berarti perbudakan.

Anarko dan sistem politik borjuasi
Dalam memandang dominasi sistem politik borjuasi saat ini, kaum Anarkis berprinsip untuk melawannya dengan berbagai cara yang memungkinkan sesuai dengan kondisi dan situasi yang ada. Sangat berbeda dengan berbagai gerakkan yang dijalankan oleh mereka yang mengaku sebagai “orang-orang kiri” yang memiliki kecenderungan untuk “berdamai” dengan sistem politik demokrasi borjuasi. Dekadensi pemikiran dan ketidak sabaran dalam mengorganisir massa serta berjuang untuk kepentingan massa, ini yang kerap kali terjadi kalangan kiri. Sebab sebagaimana di sebutkan di atas, memperjuangkan kepentingan massa akan di anggap sebagai penghambat bagi jalan menuju kekuasaan. Karena tentunya memperjuangkan kepentingan massa akan lebih banyak berkutat pada problem subyektif massa itu ketimbang merentas jalan menuju kekuasaan.

Karakterisasi dan kegagalan dari resistensi sayap kiri memiliki kecenderungan yang sama dengan sayap kanan dimana ditolak oleh para anarkis karena selalu menggunakan teknik dominasi_dimana pemimpinnya memberikan perintah pada para pengikutnya yang dengan membabi buta mengikuti perintah-perintah tersebut. “Para formal kiri mendominasi dengan satu isu tunggal seakan-akan meniti karir profesional mengusahakan perubahan melalui jalur birokrasi serta mencari status-status dalam perjuangan, semua ini seakan ingin menunjukkan kalau mereka adalah para revolusioner “profesional”._Mirip dengan para komunis sayap kiri juga mencari pembenaran lewat “usulan-usulan” untuk mendukung pemilihan suara bagi para politisi “progresif” yang cepat atau lambat akan menjual suara-suara yang mereka dapat demi kekuasaan dan uang atau kemudian malah menandatangani undang-undang yang akan menindas para pemberi suaranya. Semua orang yang menyempatkan diri untuk bekerja pada grup-grup non profit yang memiliki “tujuan” pasti pernah memiliki pengalaman akan hal-hal seperti yang dituliskan diatas. Tentu tidak menutup kemungkinan terdapat hal-hal baik yang berhasil dilakukan “demokrat-demokrat kiri” akan tetapi para Anarkis melihat yang mereka lakukan hanyalah dibagian kulit luarnya saja dan bukan perubahan yang sebenarnya. Kritik paling mendasar bagi “politik sayap kiri” yang masuk dalam Sistem Politik Borjuasi adalah bagaimana bagusnyapun proposal akan perkembangan mereka cenderung menginginkan perubahan dengan menjadi bagian dari sistem yang korup dan destruktif..sedangkan para Anarkis hanya tertarik pada PERUBAHAN TOTAL.

*)Dikutip dari berbagai sumber
Right to Copy..dipersilahkan utk memperbanyak atau mengedarkannya secara luas.

Label: